Friday, October 22, 2010

Strategi Ekspansi Pasar Ekspor Indonesia Potensi Ekspor ke Vietnam

Neraca perdagangan antara Indonesia-Vietnam (2004-2008) menunjukkan posisi surplus bagi Indonesia. Pada tahun 2008, Indonesia surplus sebesar 955,2 juta dolar AS atau naik sebesar 164,6 persen dibanding 2007 sebesar 361 juta dolar AS. Jadi laju pertumbuhan neraca perdagangan periode 2004-2008 menunjukkan angka positif sebesar 44,6 persen. Sementara itu, total nilai perdagangan Indonesia-Vietnam pada 2008 tercatat sebesar 2,4 miliar dolar AS atau naik sebesar 1,8 persen dibanding 2007 yang mencapai 2,3 miliar dolar AS. Vietnam tengah menggeliat, bisa dijadikan negara tujuan ekspor potensial. Karenanya, marketing intellegence untuk mengetahui kebutuhan pasar di negara itu. Wapres Jusuf Kalla mengeluarkan jurus baru untuk menggenjot devisa dari ekspor. Jurus baru itu adalah market intelligence berupa survei pasar dan selera konsumen di Vietnam agar produk dalam negeri bisa menembus pasar negara itu. Wapres meminta untuk melakukan market intelligence. Menurut survei market, akan libatkan staf KBRI dan konsultan setempat, ujar Pitono Purnomo, Dubes RI untuk Vietnam, Senin (14/4) di Istana Wapres, Jakarta.

Berdasarkan survei market, pemerintah akan melihat secara realistis mengenai kelemahan dan keunggulan dalam negeri dibandingkan Vietnam. Pasalnya, volume perdagangan Indonesia dan Vietnam pada 2007 sudah mencapai lebih dari US$ 2 miliar. Indonesia surplus dalam perdagangan dua tahun terakhir. Jadi, instead kita ini bersaing, bagaimana kita bangun kemitraan karena kita juga sesama anggota ASEAN. Kita juga punya ikatan historis yang kuat, jelas Pitono.

Jurus baru seperti dianjurkan Wapres ini selayaknya tidak hanya dilakukan terhadap Vietnam, tapi juga pasar-pasar ekspor Indonesia. Apalagi, saat ini pemerintah terpaksa merevisi target pertumbuhan ekspor 2008 ke bawah yang sebelumnya dipatok di level 14,5%. Hal ini dikarenakan perlambatan ekonomi dunia yang menyebabkan permintaan ekspor akan lebih rendah dibandingkan 2007. Untuk menjaga pertumbuhan ekspor tetap kuat di tahun ini, pemerintah tengah mencari pasar ekspor di negara-negara yang relatif stabil secara ekonomi.

Ekspor Indonesia selama ini didominasi komoditas primer yang memang tidak begitu terpengaruh oleh pelambatan ekonomi global. Kebetulan komoditas primer sedang booming seiring tinggnya harga komoditas pangan dan minyak. Dengan melakukan market intelegence, diharapkan dapat diketahui kebutuhan pasar di negara tujuan ekspor. Dengan begitu, produk ekspor akan terarah menyasar konsumen di masing-masing negara.

Vietnam bisa menjadi sandaran peningkatan ekspor sekaligus sebagai salah satu negara alternatif tujuan produk-produk asal Indonesia. Pemerintah menargetkan nilai perdagangan Indonesia ke Vietnam tumbuh 15%. Produk yang menjadi andalan untuk mendongkrak nilai ekspor adalah produk elektronik, komponen kompoter, besi, dan baja. Sementara Vietnam merupakan eksportir pangan nomor dua dunia, terutama di sektor beras.

Untuk komoditi perdagangan lainnya, Indonesia dan Vietnam sama-sama mengandalkan produk perkebunan seperti kopi. Tapi, Vietnam punya volume ekspor yang lebih besar dari Indonesia. Hal ini mungkin bisa digali lebih jauh untuk melakukan kerja sama. Indonesia juga bisa berkaca kepada Vietnam dalam urusan ekspor produk pertanian.

Menurut Luong Le Phuong, Deputi Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan di Vietnam, ekspor produk pertanian dan kehutanan negaranya selama kuartal I 2008 mencapai US$ 3,2 miliar atau naik 11,6% dibandingkan setahun sebelumnya. Produk-produk pertanian meningkat 11,5%, menjadi US$ 1,7 miliar. Produk kehutanan dan furnitur dari kayu naik 12% atau senilai US$ 712 juta. Produk-produk akuatik meningkat 11% atau mencapai US$ 800 juta.

Menurut pengamatan KJRI HCMC, sudah waktunya bagi pengusaha Indonesia untuk mulai meilirik pasar Vietnam. Pertumbuhan ekonomi yang terus meninggi menjadikan negara ini semakin potensial untuk digarap. Dari potensi tersebut, sudah saatnya Menteri Perdagangan meninjau kembali kebijakan Dirjen Kimia Dasar yang melarang pabrik pupuk mengekspor sebagian produksinya. Kebijakan tersebut selain merugikan negara, juga mematikan pengusaha nasional yang selama ini relatif berhasil menciptakan pasar di luar negeri seperti di Vietnam, Thailand, Filipina, India, dan Banglades. Pasar di negara-negara tersebut akhir-akhir ini diisi produk China. Vietnam misalnya, sebelum ada larangan ekspor pupuk oleh Dirjen Kimia Dasar, 80% kebutuhannya dipenuhi Indonesia. Kini 90% lebih kebutuhan pupuknya dipenuhi China, katanya. (Sumber Media, data KBRI, BPS, data diolah F. Hero K. Purba)


No comments: