Tuesday, July 30, 2013

Potensi Pengolahan dan Pemasaran Kakao Indonesia dalam Pangsa Pasar Global



Berdasarkan data untuk harga kakao berjangka mengalami kenaikan sebesar 0,6% menjadi 1483 pound atau 2261 dollar per metrik ton di NYSE Life, London. Harga kakao mengalami rally sebesar 1,5%. Disaat bersamaan harga kopi jenis robusta mengalami penurunan 1,2% menjadi 1802 dollar per ton. Data perkembangan dari negara produsen kakao bahwa dengan adanya penundaan panen kakao di Ghana akibat curah hujan yang tinggi selama pekan ini. Kondisi tersebut menyulitkan petani untuk melakukan panen yang sebelumnya, Sementara itu direncanakan dilaksanakan pada tahun 2013 ini seperti yang dilakukan Pantai Gading yang saat ini sedang berlangsung panen kakao.
Kondisi di Indonesia, untuk  pasca kebijakan bea keluar terdapat peningkatan kapasitas industri pengolahan kakao dari 130.000 ton pada tahun 2009 menjadi 150.000 ton pada tahun 2010 dan 280.000 ton pada tahun 2011. Kapasitas industri olahan kakao ini diproyeksikan mencapai 400.000 ton pada tahun 2014. Untuk luas areal tanaman kakao Indonesia mencapai 1,4 juta hektar dengan produksi 803 ribu ton menempatkan Indonesia sebagai negara produsen terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading diikuti Ghana pada urutan ketiga, Pantai Gading, dengan luas area 1.563.423 Ha dan produksi 795.581 ton. Secara umum didunia terdapat sekitar 50 negara produsen kakao, yang terbagi dalam 3 benua yaitu Afrika yang menguasai sekitar 65% kakao dunia, Asia sekitar 20% dan Amerika latin sekitar 15%. Sedangkan dari sisi industri (word cocoa brinding), Indonesia berada di nomor tujuh dunia dibawah Belanda, Amerika, Jerman, Pantai Gading, Malaysia dan Brazil. Luas perkebunan kakao di Indonesia terus meningkat sepanjang 5 tahun terakhir. Total produksi kakao Indonesia sekitar 16 persen dari total produksi dunia, namun jumlah yang diekspor masih kurang dari 5 persen. Selain itu produsen di Indonesia masih mempunyai posisi tawar yang lemah ditunjukkan oleh harga kakao yang mudah berfluktuasi pada tingkat yang rendah.
Biji kakao maupun produk olahan kakao merupakan komoditi/produk yang diperdagangkan secara internasional. Indonesia termasuk negara pengekspor penting dalam perdagangan biji kakao. Sedangkan untuk produk olahan kakao, seperti disinggung sebelumnya, ekspor Indonesia belum menunjukkan perkembangan. Perdagangan luar negeri komoditi/produk tersebut sejalan dengan kebijakan di bidang perdagangan luar negeri yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Luas perkebunan tersebut meningkat menjadi 1.432.558 Ha pada tahun 2009. Secara rata-rata pertumbuhan luas perkebunan kakao di Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2009 adalah sebesar 8 persen.
Kebijakan umum di bidang perdagangan luar negeri pada dasarnya terdiri dari kebijakan ekspor dan kebijakan impor. Tujuan utama dari kebijakan ekspor adalah meningkatkan ekspor, dengan prasyarat bahwa kebutuhan pasar domestik telah terpenuhi. Sedangkan tujuan utama dari kebijakan impor ada dua, yakni (1) mengurangi impor, dengan prasyarat bahwa produksi dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan pasar atau (2) menambah impor, jika produksi dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Potensi pengembangan produk olahan kakao, pemerintah juga telah mengeluarkan serangkaian kebijakan produksi dan perdagangan produk olahan kakao. Oleh karena itu, pada dasarnya dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk mengekspor produk olahan kakao. Namun, industri pengolahan kakao di Indonesia hingga saat ini belum berkembang, bahkan tertinggal dibandingkan negara-negara produsen olahan kakao yang tidak didukung ketersediaan bahan baku yang memadai, seperti Malaysia. Pengaruh persaingan /daya saing didasarkan pada perubahan pangsa pasar negara pengekspor yang dianalisis (Indonesia) di pasar negara tertentu untuk suatu komoditas tertentu hanya dapat berlangsung selama waktu analisis sebagai respon terhadap perubahan harga relatif komoditas negara pengekspor Indonesia. Pengembangan daya saing diperlukan untuk meningkatkan kemampuan penetrasi kakao dan produk kakao Indonesia di pasar ekspor, baik dalam kaitan pendalaman maupun perluasan pasar. Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan melakukan efisiensi biaya produksi dan pemasaran, peningkatan mutu dan konsistensi standar mutu.(Berbagai sumber media terkait, data -data diolah F. Hero K. Purba)

No comments: