Friday, July 25, 2014

Membangun dan Melahirkan Kecintaan Terhadap Pengembangan Teknologi Pertanian Indonesia yang Berdayasaing



Apabila kita melihat penemuan canggih terkait dengan teknologi pertanian. Diantaranya dapat meringankan berbagai pekerjaan manusia. Tidak hanya pekerjaan yang terkait dengan industri besar saja, pekerjaan yang biasa dikerjakan secara tradisional seperti di bidang pertanian juga membutuhkannya. Transfer teknologi pertanian dari masyarakat kampus ke masyarakat tani hendaknya berlangsung secara lancar. Untuk itu diperlukan berbagai media atau transformator, antara lain melalui pengembangan budaya dialog antara masyarakat kampus dan masyarakat tani. Memasyarakatkan teknologi pertanian memang bukan hanya tugas pemerintah semata, namun menjadi tanggung jawab berbagai pihak, baik itu perguruan tinggi, dunia usaha dan LSM.

Sebagai contoh Surono Danu, sejak 1985, praktis memusatkan penelitiannya pada ketiga jenis padi itu. Dari hasil persilangan benih itu, 10 tahun kemudian ia menemukan benih padi yang berusia 150 hari. Dan, tujuh tahun kemudian--dengan rumus ciptaan dan pengetahuan yang dimilikinya--Surono akhirnya menemukan benih padi berusia 135 hari. Meski hasilnya cukup spektakuler, Surono belum puas juga. Ia masih terus meneliti dan tahun 1997 ditemukanlah benih padi berusia 105 hari. Benih padi itu pun ia beri nama Sertani 1. Serangkaian nama lain penemu yakni Abdul Jamil Ridho & Niti Soedigdo – Penemu Varietas Unggul Singkong Raksasa dan lain sebagainya. Negeri Indonesia tercinta yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa yang hasil penemuanna kita pakai sebagai hasil penemuan inovasi internasional. 

Dalam sektor pertanian dengan penemuan yang berdaya guna dan berdayasaing. Dimana sekarang sudah banyak teknologi-teknologi pertanian yang sudah diterapkan oleh beberapa negara maju, dari mulai alat-alat pertanian, varietas-varietas unggul bibit pertanian, hingga budidaya pertanian dengan cara modern. Terbukti, dengan adanya teknologi pertanian dapat meningkatakan produktifitas pangan suatu negara. Perlu diperhatikan dengan rendahnya penerapan dalam teknologi budidaya tampak dari besarnya kesenjangan potensi produksi dari hasil penelitian dengan hasil di lapangan yang diperoleh oleh petani. Hal ini disebabkan karena pemahaman dan penguasaan penerapan paket teknologi baru yang kurang dapat dipahami oleh petani secara utuh sehingga penerapan teknologinya sepotong-sepotong (Mashar, 2000). Begitu juga halnya seperti penggunaan pupuk yang tidak tepat, bibit unggul dan cara pemeliharaan yang belum optimal diterapkan petani belum optimal karena lemahnya sosialisasi teknologi, sistem pembinaan serta lemahnya modal usaha petani itu sendiri. Gerakan kemandirian dalam program pangan berkelanjutan harus lebih diperhatikan kembali, dengan apa yanga kan dicita-cita dalam kembali terwujud di negara kaya seperti Indonesia dalam pencapaian swasembada berkelanjutan. (Sumber: data terkait, media, data diolah F. Hero K. Purba)

No comments: