Thursday, February 5, 2015

Tantangan Komoditi Karet Dalam Peluang dan Pemasaran




Berdasarkan data Tahun 2014 produksi karet Indonesia mencapai 3,15 juta ton. Pertumbuhan produksi karet 2015 yang tidak terlalu besar untuk menekan risiko semakin merosotnya harga karet dunia.Karet merupakan  bahan baku untuk produksi ban dan sarung tangan karet. Harga komoditas ini telah mengalami kenaikan sebesar 51% dari level terendah dalam tiga tahun belakangan yang dicapai pada bulan Agustus 2014. Pertumbuhan ekonomi China kembali normal dan sektor property di AS terangkat menandakan kembalinya gairah ekonomi di negara tersebut. Produksi karet diperkirakan masih akan melampaui konsumsi sebesar 179,000 metric ton tahun ini dan pada tahun 2014 akan turun ke 153,000 ton. Tingkat surplus ini turun tajam dibandingkan surplus tahun 2012 yang mencapai 460,000 ton. Untuk kenaikan harga karet tahun ini juga didorong oleh keputusan bersama tiga negara produsen utama karet Indonesia, Thailand dan Malaysia. Pada bulan Agustus lalu ketiga negara ini telah setuju untuk membatasi ekspor untuk mendorong harga di tingkat global. Permintaan dari China diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar 7.2% tahun ini setelah di tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 4.5%. Konsumsi di AS akan meningkat 4.5% setelah kontraksi 6.3% di 2013.
Indonesia negara terbesar kedua penghasil karet setelah Thailand. Areal kebun karet Indonesia mencapai 3,4 juta hektare. Adapun Kendala peningkatan produksi karet di Indonesia adalah banyaknya tanaman karet yang kondisinya sudah tua atau rusak (berusia di atas 20 tahun). Selain itu, tingkat produktivitas tanaman masih rendah, karena sebagian besar berasal dari benih sapuan, bukan klon unggul. Terutama di perkebunan rakyat, penggunaan benih klon unggul rata-rata baru mencapai 40%. Namun produktivitas karet Indonesia masih rendah,yakni hanya 0,8 ton per hektare. Perkembangan komoditi karet menurut data tahun 2011, Indonesia hanya mampu memberikan kontribusi untuk kebutuhan karet dunia sebanyak 2,41 juta ton karet alam atau urutan kedua setelah Thailand yang sebesar 3,25 juta ton. Menurut data Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), untuk tahun 2011 produksi karet alam dunia diasumsikan hanya berkisar 10,970 juta ton sementara untuk konsumsi diperkirakan mencapai 11,151 juta ton sehingga terjadi kekurangan pasokan atau minus sekitar 181.000 ton. Kurangnya produk karet alam dunia di tahun 2011 salah satunya di karenakan terganggunya produksi karet di beberapa negara seperti Australia, hujan deras yang disebabkan oleh lamina yang juga menyebabkan banjir di negara tersebut telah mengganggu proses penyadapan karet. Negara penghasil karet alam seperti Thailand, Indonesia dan Malaysia yang dikenal dengan International Tripartite Rubber Council (ITRC) karena ketiga negara tersebut menjadi penghasil karet alam terbesar. Thailand menjadi negara penghasil karet alam terbesar dengan produksi karet pada tahun 2012 sebesar 3,5 juta ton, sementara Indonesia di peringkat kedua dengan produksi karet pada periode yang sama sebesar 3 juta ton kemudian disusul oleh Malaysia dengan produksi 946 ribu ton pada periode yang sama. Jika melihat kondisi harga karet di pasar rubber Tokyo, Jepang sudah berada di level USD 3,3/kg. Untuk terus menjaga stabilitas harga karet, ITRC akan meminta Vietnam untuk ikut bergabung. Pasalnya, secara statistik produksi karet Vietnam juga mempunyai porsi yang cukup tinggi di kawasan Asia Tenggara (pada tahun 2012 melebihi mencapai 860 ribu ton). Empat Negara yakni Indonesia, Thailand, Malaysia dan Vietnam akan menguasai hampir 74 persen pasar dunia. Untuk itu pemerintah pusat dan daerah melalui Dinas Provinsi dan kabupaten atau instansi terkait bersinergi dengan pelaku usaha agribisnis karet membangun kualitas karet dalam potensi pemasaran Internasional dengan daya saing mutu produk karet yang berkualitas dan kontinuitas, kapasitas dalam memenuhi pemasaran global. (Berbagai sumber media terkait, data BPS, data diolah F. Hero K Purba).

No comments: