Pengolahan
hasil ternak dari daging kelinci memberikan nilai tambah bagi peternak dan
masyarakat yang membudidayakannya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari
daging kelinci mengandung asam lemak tak jenuh dan kadar proteinnya tinggi,
sehingga sangat baik untuk segi ekonomis terutama dalam segi gizi yang
terkandung dalam daging kelinci, di sana terdapat berbagai manfaat yang
dibutuhkan oleh tubuh kita dan untuk kesehatan. Adapun. Daging kelinci tahan
lama dalam penyimpanannya, hal itu membuat kepraktisan dan nilai tambah
ekonomis dalam hal pengecilan biaya operasional bisnis. Sehingga dalam rangka
pemesanan daging kelinci lintas daerahpun akan semakin terjangkau biayanya.
Karena tidak ada dua kali kerja, sebab seperti pemotongan kelinci sudah
dilaksanakan di suatu tempat tertentu, dimana kita tidak usah menyediakan
tempat lain untuk penampungan kelici hidup lagi. Produk lain dari ternak
kelinci adalah daging, dan produk olahannya yang banyak diminati adalah bakso, sosis,
nugget, burger dan abon. Pasar utama daging kelinci adalah Italia, Perancis dan
Spanyol, dengan pemasok utama adalah Cina, dan pada tahun 1992 pasar Eropa
mengalami devisit daging kelinci sebesar 12.000 ton. Untuk maka perlu dilihat
analisis usaha peternakan kelinci apakah menguntungkan dan dapat diandalkan
untuk menambah pendapatan masyarakatdan lebih jauh lagi dapat menjadi produk
ekspor non migas teritama dari fur yang dihasilkan. Untuk permintaan dari
restoran, hotel dan pabrik pengolahan daging sebetulnya banyak, namun sampai
kini belum ada peternak yang sanggup memasok secara kontinu.
Hampir setiap negara di dunia ini memiliki
ternak kelinci (Leporidae)
karena kelinci mempunyai daya adaptasi tubuh yang relatif tinggi sehingga mampu
hidup di hampir seluruh dunia. Kelinci dikembangkan di daerah dengan populasi
penduduk relatif tinggi, Adanya penyebaran kelinci juga menimbulkan sebutan
yang berbeda, di Eropa disebut rabbit, Indonesia disebut kelinci, Jawa disebut
trewelu dan sebagainya. Potensi budidaya Kelinci tidak hanya bisa menjadi
alternatif pengganti daging sapi saja, ternyata kelinci memiliki banyak nilai
tambah dan ekonomi yang bernilai tinggi. Indonesia
banyak terdapat kelinci lokal, yakni jenis Kelinci jawa (Lepus negricollis) dan Kelinci Sumatera (Nesolagus
netseherischlgel). Kelinci jawa,
diperkirakan masih ada di hutan-hutan sekitar wilayah Jawa Barat.
Warna bulunya cokelat
perunggu kehitaman. Ekornya berwarna jingga dengan ujungnya yang hitam. Untuk
berat Kelinci jawa dewasa bisa mencapai 4 kg.
Seperti
negara negara produsen daging kelinci terbesar untuk daging kelinci seperti
Rusia, Prancis, Italia, China dan Negara-negara di Eropa Timur, disamping itu
ada pula beberapa negara yang memproduksi daging kelinci dalam jumlah kecil
yang hanya ditujukan untuk konsumsi sendiri seperti beberapa negara Afrika dan
Amerika Latin, Philipina, Malaysia, Mesir dan beberapa negara berkembang,
sedangkan di Indonesia sampai saat ini sulit untuk memperoleh data produksi dan
konsumsi daging kelinci, namun menurut Lebas dan Collen (2000), bahwa konsumsi
daging kelinci di Indonesia baru mencapai 0,27 kg/kapita/tahun. Daging kelinci
dapat dijadikan peluang yang baik untuk mewujudkan standar norma gizi protein
hewani yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia, karena sampai tahun 2002
sektor peternakan baru mencapai 4,82 gram/kapita/hari Berdasarkan data bahwa
Pemasaran produk kelinci di Jawa barat dan Jawa Timur terdiri dari 3 pasar
yaitu daging kelinci, hewan kesayangan dan pembibitan. Persentase yang lebih
besar ada di hewan kesayangan dengan penjualan per minggu ± 1000 ekor usia
1,5−2 bulan, untuk pemasaran daging permintaan pasarnya sangat tinggi namun
daging yang dapat dipasok per minggunya ± 6 kuintal sedangkan pemasaran bibit
per 3 bulan ± 200−400 ekor berbagai jenis. Untuk itu mengembangkan budidaya
usaha kelinci dengan sistem pembinaan kepada peternak serta potensi promosi
lokal dan luar negeri. (Sumber data: Litbang Kementan, data diolah Hero13)
No comments:
Post a Comment