Thursday, November 3, 2011

Analisa Perkembangan Pasar Modal dan keuangan dunia dalam gejolak Ekonomi


Kepanikan di pasar finansial soal potensi resesi telah membuat konsumen dan pebisnis menghemat pengeluaran. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi AS dan Eropa akan kembali anjlok setelah tertimpa resesi pada 2008 dan 2011. Pemerintahan juga mendapatkan tekanan dari pasar dan dari sisi politik untuk mengurangi pengeluaran. Pada saat keuangan negara tertimpa utang, pemerintah sulit menangkal krisis dengan menggelontorkan dana sebagai stimulus ekonomi. Bursa Pasar pasar dan pelaku bisnis sudah mengantisipasi kemungkinan tersebut sejak awal tahun ini. kalangan lintas sektoral tinggal menunggu waktu, apakah resesi benar terbukti atau hanya paranoid ekonomi di tengah krisis kebijakan.

Indeks FTSE CNBC Asia 100 turun 1,2 persen. Volume pasar lebih kecil dari biasanya, dengan pasar Jepang tutup untuk hari libur umum. Saham seoul anjlok, tertekan oleh penurunan tajam saham teknologi, termasuk LG Electronics, di tengah ketidakpastian zona euro yang terus-menerus. Indeks Harga Saham Gabungan Korea (KOSPI) turun 1,2 persen ke 1.874,7. Saham Australia juga melemah setelah menguat kemarin akibat penurunan saham Australia and New Zealand Banking Group. ANZ turun 1,2 persen setelah melaporkan kenaikan 4 persen pada laba pada Semester 2-2011 yang sedikit di bawah perkiraan. Namun keuntungan dalam saham tambang membantu untuk membatasi kerugian yang lebih luas, dengan BHP Billiton naik 0,3 persen. Acuan S & P / ASX 200 Index turun 0,7 persen menjadi 4.155,7.

Acuan indeks Selandia Baru NZX 50 naik 0,1 persen ke 3.310,7. Tingkat pengangguran Selandia Baru naik pada kuartal 3-2011. Saham Hong Kong jatuh karena kekhawatiran atas krisis utang Eropa. Indeks Hang Seng turun 1,6 persen menjadi 19.425,4. Untuk China daratan, Shanghai Composite Index naik 0,4 persen menjadi 2.514,3. Di Asia Tenggara, IMS Singapura dan KLCI Malaysia keduanya jatuh masing-masing 1,4 dan 0,4 persen.

Era globalisasi, kelesuan ekonomi di satu lokasi pasti merembet pengaruhnya ke lokasi lain. Ini karena dunia terkait kegiatan ekspor-impor, penyaluran kredit, dan seliweran investasi. Dengan kelesuan ekonomi, aktivitas ekspor-impor berkurang, penyaluran kredit tersendat, dan arus investasi pun berkurang. Dalam keadaan ekonomi lesu, jika ditambah dengan pengurangan pengeluaran pemerintah, hal itu semakin cepat menjerembabkan perekonomian ke dalam resesi. Jadi bagaimana dengan kondisi sulit bagi AS dan Eropa menemukan solusi mencegah resesi dengan kekuatan sendiri. Selain tertimbun utang, Trans-Atlantik menghadapi masalah produktivitas dengan penduduk yang semakin menua. Pada Trans-Atlantik akan sulit menemukan jalan keluar dari resesi. Namun, jika masih bisa diingat, sebenarnya pada dekade 1980-an dan 1990, fenomena kelesuan AS sudah muncul. Hal ini tidak membuat ekonomi AS bangkrut. Denga adanya tsunami pasar modal ataupun pasar keuangan, maka analis berpendapat bahwa menyebarnya krisis Yunani ke sejumlah negara Eropa lainnya, seperti Irlandia, Portugal dan Spanyol, menunjukkan bahwa negosiasi internasional yang terjadi selama ini tidak memberikan hasil apapun. Bahkan, negara-negara seperti Italia justru belakangan ikut terseret ke dalam jurang krisis. Posisi Eropa saat ini semakin sulit dengan kondisi perekonomian Amerika yang juga tak kunjung pulih, jika Amerika melancarkan stimulus ketiganya, maka ekspor Eropa akan terganggu dan berpotensi membuat situasi fiskal semakin sulit bagi negara-negara Zona Eropa. (Berbagai sumber terkait, data diolah F. Hero K. Purba)

No comments: