Friday, July 29, 2011

Sistem Keuangan Mikro bagi Pengusaha Kecil dan Menengah



Semangat dalam menggeluti usaha kecil dan menengah (SME) juga telah berketetapan hati untuk menjadikan UKM sebagai motor pertumbuhan ekonomi di masa depan.Indonesia memiliki beraneka ragam penyedia jasa keuangan mikro, namun kesenjangan antara permintaan dan penawaran layanan keuangan mikro masih tetap ada. Pembiayaan Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan , pemberian akses yang luas terhadap sumber-sumber pembiayaan bagi Usaha. Kecil dan Menengah perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)Pada tahun 2000 jumlah Lembaga Keuangan Mikro yang mendampingi pengusaha mikro kecil setidaknya tercatat berjumlah 56.644 LKM nonbank dengan berbagai variannya dan ada 42.186 unit LKM informal (Chotim dan Handayani, 2001). Secara garis besar, LKM dapat dikelompokkan ke dalam LKM bank dan nonbank, berikut ini :

1. Bank

- BRI Unit, berupa kantor-kantor cabang pembantu BRI

- BPR, berupa bank-bank mikro yang tunduk pada Undang-Undang Perbankan serta

Peraturan Perbankan oleh BI.

2. Nonbank

- keluarga LKM nonbank yang besar (LDP di Bali, BKK di Jawa Tengah, BKD di Jawa

dan Madura, BMT dan BK3D)

- keluarga LKM nonbank yang kecil, dengan simpanan atau aktiva yang berjumlah kecil

- berbagai program keuangaan mikro, NGO, dan ratusan ribu asosiasi tidak resmi, KSM, dan lain-lain.Sebagian besar keluarga di Indonesia tidak memiliki akses layanan jasa keuangan, dimana sebagian besar keluarga ini tinggal di wilayah pedesaan dan di luar wilayah Jawa dan Bali yang jumlah masyarakat miskinnya tercatat paling tinggi. Permasalahan rendahnya akses masyarakat miskin terhadap layanan keuangan mikro disebabkan oleh adanya kerangka hukum keuangan mikro yang masih terbatas, kurang memadainya peraturan dan pengawasan, serta masih diterapkannya “paradigma lama” dalam bentuk kredit bersubsidi dengan target sasaran tertentu yang berjalan bersamaan dengan penerapan “paradigma baru” yaitu paradigma lembaga keuangan mikro yang dikembangkangkan secara komersial dan berorientasi pasar.

Dalam mewujudkan Visi dan Tujuan, Kebijakan dan Strategi Nasional Keuangan Mikro disusun berdasarkan pada prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam Komunike Yogyakarta tahun 2004 dan kesadaran akan perlunya:a)Reorientasi peran pemerintah• menghentikan secara bertahap berbagai program yang memberikan subsidi suku bunga dan skim kredit untuk target sasaran tertentu;
b)Lingkungan kondusif bagi keuangan mikro yang berkelanjutan
• mengakui adanya berbagai jenis dan skala lembaga keuangan mikro diluar perbankan dan koperasi untuk memenuhi permintaan atas jasa keuangan yang beraneka ragam, terutama di wilayah pedesaan dan wilayah diluarJawa dan Bali.
• melegalisasi berbagai kegiatan lembaga keuangan mikro bukan bank bukan koperasi, termasuk kegiatan menghimpun simpanan masyarakat didalam wilayah dan didalam ambang batas tertentu.• mengintegrasikan keuangan mikro kedalam
ystem keuangan yang menyeluruh dan memberikan prioritas kepada keuangan mikro dalam implementasinya.c) Penyempurnaan peraturan berlandaskan prinsip kehati-hatian dan pengawasan secara lebih efektif.• menciptakan kesempatan berusaha yang setara untuk berbagai lembaga keuangan mikro dan mencegah adanya arbitrasi pengaturan.• melindungi para penabung kecil dengan memberlakukan peraturan berlandaskan prinsip kehati-hatian, pengawasan dan penegakan hukum /aturan.
d) Pengembangan kelembagaan dan kapasitas usaha• memusatkan upaya pemerintah pada penciptaan dan dukungan untuk pengembangan kelembagaan dan kapasitas usaha. (Berbagai sumber media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).

No comments: