Friday, June 15, 2012

Mengatasi dan Memecahkan Solusi Krisis Pangan agar Komoditi Menjadi Penting dan Tidak Terabaikan


Kekurangan bahan pangan akan terjadi bila ketahanan pangan semakin teriris dan tak terpenuhi secara berkelanjutan. Bukannya begitu petani mogok untuk menanam suatu komoditi sudah membuat kita kalang kabut dikarenakan kelangkaan dan harga yang tinggi. Sebagai contoh Cabai telah menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat yang biasanya diperlukan dalam masakan karena rasanya yang khas yaitu pedas. Cabai kini bahkan mempengaruhi harga komoditas hasil pertanian lain. Penanganan untuk mencegah krisis pangan tidak hanya dari sisi pasokan, melainkan juga bagaimana menangani permintaan konsumen. Indonesia mengembangkan matriks perubahan pola konsumsi yang akan disepakati oleh pemerintah dari pusat ke daerah dan pihak swasta.(Berbagai sumber media terkait, artikel, bahan diolah F. Hero k. Purba)

Indonesia yang merupakan Negara tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati dan daratan seluas 192 Ha dengan keanekaragaman karakteristik tanah. Indonesia tentunya tidak terlepas dari pengaruh ekonomi global. Melihat kondisi ekonomi dunia yang masih bergejolak terutama karena krisis Eropa dan pemulihan AS yang belum menunjukkan tanda-tanda positif, ekonomi Indonesia tentu tidak bisa steril dari imbasnya. Berdasarkan gandum dan kedelai mengalami pelemahan akibat kondisi cuaca yang labil di kawasan Amerika Selatan yang melanda Brasil dan Argentina sehingga menyulitkan proyeksi harga kedua komoditi tersebut dalam jangka pendek. Pada hari ini (9/1) harga jagung berjangka mengalami kenaikan sebesar 0,78% menjadi 6,48 dollar per bushel, harga kedelai berjangka mengalami penurunan sebesar 0,78% menjadi 11,98 dollar per bushel dan harga gandum melemah sebesar 67 sen menjadi 6,31 dollar per bushel.

Dengan meningkatnya harga pangan ini secara nyata bertepatan dengan meningkatnya kekhawatiran mengenai ketersediaan pangan dunia, pada indeks harga berapa pun. Hal ini mengkhawatirkan terutama bagi negara-negara berkembang di mana sejumlah lapisan masyarakat yang paling rentan semakin dihadapkan pada ketidakpastian apakah mereka mampu memperoleh makanan berikutnya atau tidak. Untuk keluarga miskin yang pendapatannya terbatas cenderung menghabiskan sebagian besar pendapatannya pada makanan, dan kenaikan harga pangan tidak disertai dengan kenaikan upah, akibatnya kaum miskin sering menjadi pihak yang harus membayar konsekuensi tertinggi akibat kenaikan harga tersebut. Badan Pangan dan Pertanian Dunia juga menyatakan penduduk dunia kini sudah 7 miliar. Diperkirakan pada 2045 populasi dunia akan menggembung menjadi 9 miliar orang. Dalam hal ini perlu sinergitas di mana pemerintah, pebisnis, dan pemangku kebijakan menggarisbawahi kebutuhan akan adanya usaha keras untuk mengembangkan solusi yang berkelanjutan mengenai masalah ketahanan pangan global. Untuk mengatasi krisis pangan yang menjalar menjadi krisis lahan itu, yang bisa digunakan adalah membuat koperasi lumbung pertanian. Sehingga komoditi pangan unggulan menjadi prioritas penting untuk menjaga kestabilan dan keberlanjutan pangan.

Food shortages will occur when the cut food security and sustainable unfulfilled. Instead of breaking down so the farmers to plant a commodity has made us a frenzy because the scarcity and high prices. For example, Chili has become the daily needs of people who are usually required in a typical dish for the spicy taste. Chili is now even affecting other agricultural commodity prices. Handling to prevent food crisis not only from the supply side, but also how to deal with consumer demand. Indonesia developed a matrix of changes in consumption patterns that will be agreed upon by the government from the center to the regions and the private sector. (Various sources of related media, articles, and materials processed F. Hero K. Purba)

Addressing and Solving Food Crisis Solutions to be Important Commodities and Not Overlooked

Indonesia is a tropical country rich in biodiversity and land area of ​​192 ha with a diversity of soil characteristics. Indonesia certainly not free from the influence of the global economy. Looking at the world economic conditions are still volatile, especially since the crisis of Europe and the U.S. recovery is not yet showing signs of positive, Indonesia's economy would not be sterile from the impact. Based on wheat and soybeans weakened due to the unstable weather conditions in South America that hit Brazil and Argentina, making it difficult for both the commodity price forecast in the short term. On this day (9/1) the price of corn futures rose by 0.78% to 6.48 dollars per bushel, the price of soybean futures declined by 0.78% to 11.98 dollars per bushel and wheat prices fell by 67 cents to 6.31 dollars per bushel. With rising food prices are actually coincided with rising concerns about global food availability, at any price index. This is worrying, especially for developing countries where some of the most vulnerable segments of society increasingly faced with the uncertainty of whether they are able to get the next meal or not. For poor families whose incomes tend to spend most of limited income on food, and food price increases are not accompanied by wage increases, a result of the poor often have to pay the ultimate consequences of these price hikes. Food and Agriculture Agency also said the world's population is now 7 billion. Estimated in 2045 the world population will swell to 9 billion people. In this case the necessary synergy in which governments, businesses and stakeholders highlighted the need for efforts to develop a sustainable solution on global food security issues. To overcome the food crisis that spread to the land crisis, which could be used is to make agricultural cooperatives barn. Thus leading food commodities to be an important priority to maintain the stability and sustainability of food.

No comments: