Thursday, August 30, 2012

Pemanfaatan Konsevasi Air untuk Pertanian dalam Mengatasi Krisis Air melalui Ekohidrologi


Sebagian besar wilayah di Indonesia mengalami krisis air yang berdampak pada lahan Pertanian hingga ke daerah-daerah. Menurut Prinsip Dublin bahwa: prinsip ini telah ditafsirkan sebagai persyaratan untuk manajemen terpadu, responsif dengan karakteristik sumber daya air. Terpadu meliputi pengelolaan air layak secara teknis (permukaan dan air tanah, kualitas dan kuantitas, air dan tanah, dan sebagainya). Pertimbangan kebutuhan sosial, ekonomi kesehatan dan persyaratan lingkungan yang tersirat. Tujuan utamanya adalah pemanfaatan dan pengembangan sumber daya air. Review menunjukkan ada air kebijakan dan perundang-undangan terkait dengan pengelolaan air terpadu, air perlindungan kualitas, aliran dan lanskap pertimbangan, persyaratan ekologis, penggunaan air rasional dan dipandu, integrasi antara tanah, air, dan sumber daya alam lainnya, perlindungan pasokan air, air perencanaan, pengakuan wilayah sungai, perlindungan air tanah, penilaian wajib kebijakan air, rencana, program dan proyek, dan penilaian wajib subsidi air terkait. Konsumen terbanyak air adalah pertanian dan konsumsi air pertanian tidak memiliki fungsi ekonomi air sebagai konsep Dublin Principle sehingga petani sama sekali tak masuk dalam skema pemenuhan hak atas air oleh negara maupun swasta.

Dalam konsekuensinya, gagasan mengenai perlindungan terhadap sumberdaya alam telah diformulasikan dan selanjutnya kawasan-kawasan lindung yang memiliki nilai natural yang tinggi untuk rekreasi dan pendidikan ditetapkan. Perubahan biosfer karena pertanian, urbanisasi dan transportasi telah mengakibatkan penurunan keanekaragaman dan peran ekosistem untuk masyarakat dan memaksa manusia untuk melakukan restorasi ekologi, yang mengaplikasikan pemahaman mengenai suksesi ekologi untuk mengurangi laju degradasi ekosistem.

Prinsip dari Ekohidrologi merupakan paradigma baru, konsep yang merupakan perpaduan harmonis antara ekologi dan hidrologi. Cabang ilmu ini digagas UNESCO pada pertengahan 1990. Istilah ekohidrologi pertama kali disampaikan di Dublin pada tahun 1992 pada International Conference on Water and Environment, merupakan paradigm baru yang merupakan perpaduan antara hidrologi dan dinamika biota di daerah tangkapan untuk diaplikasikan dalam penyelesaian masalah lingkungan (Zalewski et al., 1997).

Mengatasi krisis air bersih, upaya penyelamatan lingkungan termasuk di antaranya adalah dengan penyelamatan sumber-sumber air, harus dilakukan secara terintegrasi dan berkelanjutan. Potensi sebagai negara yang kaya akan air, ternyata tidak mampu menghindarkan Indonesia dari krisis air bersih, terutama juga untuk mengatasi kekeringan air bagi Pertanian. (Berbagai sumber terkait, Prinsip Dublin, data media, data diolah F. Hero K. Purba).

Seperti yang diberitakan oleh Metro TV bahwa kekeringan di beberapa daerah hingga kini masih tejadi. Di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, misalnya. Selain menyebabkan gangguan di lahan pertanian, krisis air bersih itu membuat warga kesulitan memenuhi kebutuhan rumah tangga. Menurut beberapa pakar bahwa pemulihan vegetasi hutan dengan jalan menanam pohon, merupakan solusi jangka panjang. Solusi jangka pendek untuk mengatasi krisis air, yang ditempuh Pemkab adalah mengoptimalkan teknologi pengangkatan air sungai bawah tanah sebagai sumber air yang melimpah. Adapun yang menjadi cara lainnya tentu saja melestarikan hutan alam. Keberadaan pepohonan berfungsi untuk menjaga keseimbangan pasokan air dan juga menjaga kualitas udara dengan menyerap polutan udara seperti CO2 yang dapat mengurangi kadar GRK. Pohon adalah pabrik oksigen bagi makhluk hidup. Diharapkan kedepan solusi krisis air ini dapat diatasi untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

No comments: