Friday, May 25, 2012

Ekonomi Kerakyatan dan Keberpihakkan Kepada Rakyat dan Kembali kepada Rakyat dalam Mengatasi Penanggulangan Kemiskinan


Mengejutkan tampaknya, karena tidak cukup diketahui tentang hubungan antara demokrasi dan kemiskinan. Banyak literatur yang tersedia tentang hubungan antara demokrasi dan pertumbuhan ekonomi, tetapi jika kita menganggap bahwa apa yang baik bagi ekonomi tumbuh ini tentu baik untuk pengentasan kemiskinan dan juga sebuah asumsi tidak berkelanjutan. Dalam Ide ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya alternatif dari para ahli ekonomi Indonesia untuk menjawab kegagalan yang dialami oleh negara negara berkembang termasuk Indonesia dalam menerapkan teori pertumbuhan. Penerapan teori pertumbuhan yang telah membawa kesuksesan di negara negara kawasan Eropa ternyata telah menimbulkan kenyataan lain di sejumlah bangsa yang berbeda. Salah satu harapan agar hasil dari pertumbuhan tersebut bisa dinikmati sampai pada lapisan masyarakat paling bawah, ternyata banyak rakyat di lapisan bawah tidak selalu dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang diharapkan itu. Bahkan di kebanyakan negara negara yang sedang berkembang, kesenjangan sosial ekonomi semakin melebar. Dari pengalaman ini, akhirnya dikembangkan berbagai alternatif terhadap konsep pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi tetap merupakan pertimbangan prioritas, tetapi pelaksanaannya harus serasi dengan pembangunan nasional yang berintikan pada manusia pelakunya. Pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan berbagai kebijaksanaan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Dari pernyataan tersebut jelas sekali bahwa konsep, ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya untuk lebih mengedepankan masyarakat. Dengan kata lain konsep ekonomi kerakyatan dilakukan sebagai sebuah strategi untuk membangun kesejahteraan dengan lebih mengutamakan pemberdayaan masyarakat. Menurut Guru Besar, FE UGM ( alm ) Prof. Dr. Mubyarto, sistem Ekonomi kerakyatan adalah system ekonomi yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, dan menunjukkan pemihakan sungguh – sungguhpada ekonomi rakyat Dalam praktiknya, ekonomi kerakyatan dapat dijelaskan juga sebagai ekonomi jejaring (network) yang menghubung – hubungkansentra – sentra inovasi, produksi dan kemandirian usaha masyarakat ke dalam suatu jaringan berbasis teknologi informasi, untuk terbentuknya jejaring pasar domestik diantara sentara dan pelaku usaha masyarakat.

Tidak hanya sedikit kaum miskin yang justru merasakan, sesudah era demokrasi, nasibnya malah lebih buruk: jadi korban PHK, diubah statusnya dari karyawan tetap menjadi buruh kontrak, menjadi petani padi yang terus merugi, bangkrut karena kalah bersaing dengan usaha raksasa transnasional, atau digusur lokasi usahanya demi ketertiban kota. Demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan Indonesia yang dijiwai ideologi bangsa, maupun sebagai sebuah semangat yang mendasari sistem ekonomi nasional, tidak bisa dilepaskan dari Pancasila dan UUD 1945. Sila keempat dan kelima yang dijiwai semangat kerakyatan dan keadilan merupakan ruh yang menjadi asas dan watak bagi demokrasi ekonomi Indonesia. Dalam UUD 1945, baik sebelum maupun setelah diamandemen, semangat membangun demokrasi ekonomi yang lebih berkeadilan, tampak semakin jelas. Butir-butir tujuan nasional sebagaimana disebukan dalam Pembukaan UUD 1945 antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasal 33 sebagai representasi dari perekonomian nasional secara global memberikan petunjuk (guidelines) bagaimana sistem ekonomi yang demokratis bekerja dalam perekonomian nasional. Demokrasi ekonomi sebagai dasar dari perekonomian nasional juga dengan sangat terperinci dijelaskan mengandung prinsip-prinsip pokok. Prinsip-prinsip tersebut adalah kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dan keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dengan menempatkannya sebagai norma konstitusi, maka ketentuan konstitusional perekonomian itu mempunyai kedudukan yang dapat memaksa untuk dipakai sebagai standard rujukan dalam semua kebijakan ekonomi. Jika kita bertentangan, kebijakan demikian dapat dituntut pembatalannya melalui proses peradilan. Kegiatan pada perekonomian rakyatnya bergerak sendiri tanpa regulasi dan campur tangan pemerintah dimana dan kapan diperlukan, semata-mata untuk menjaga agar dinamika pasar tidak merugikan kepentingan rakyat banyak yang harus dilindungi oleh negara. (Berbagai sumber terkait, media, data diolah F. Hero K. Purba)

No comments: