Jika kita masih mengingat suatu sistem pada era jaman Belanda Cultuurstelsel/ Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan sebagai Sistem Budaya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Dan coba kita bandingkan pada era zaman Perdagangan Bebas sekarang ini dimana Persaingan Komoditas yang mengakibatkan Penjajahan terhadap Komoditas, kalau tanpa kita sadari. Indonesia yang memiliki berbagai sumber aneka ragam hayati, baik itu hasil pertanian, pertambangan, Industri Perikanan dan sebagainya. Salah satu contoh pokoknya saja terhadap suatu komoditas, begitu ketergantungannya kita terhadap impor seperti Kedele, gandum, daging dan produk lainnya, dikarenakan ketersediaan dan keterbatasan produktivitas dan pengembangannya? ataupun hal yang lain. Untuk itu perlunya Kedaulatan Pangan yang kuat dan berkelanjutan. Sehingga untuk suatu komoditas untuk masalah harga tidak hanya diatur dan dikontrol oleh pihak luar. Nasionalisme bangsa harus kita tanamkan untuk membangkitkan semangat dalam pengembangan komoditas ini. Banyak yang kita lihat dan rasakan dari berbagai perkembangan global di zaman pasar bebas, tetapi hal ini perlu kita sadari apakah menguntungkan untuk Bangsa Indonesia.
Perdagangan komoditas merupakan keunggulan komparatif suatu negara dan peluangnya dalam meraih keuntungan dari perdagangan tanpa memperhatikan kondisi ketersediaan atau kepemilikan faktor-faktor produksi, teknologi, dan selera konsumen. Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut : Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri, Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan Negara, Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi, Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut, Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi, Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang, Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain, Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri. (Sources: newspaper, article, gambar: bisnis-kti, bahan data terkait, Wikipedia, data diolah F. Hero K. Purba) Adapun Ciri – Ciri dari Perdagangan Bebas bila kita analisa satu peraturan, Yaitu:
- Perdagangan barang tanpa pajak (termasuk tarif) atau pembatasan perdagangan yang lain (seperti kuota impor atau subsidi untuk produsen)
- Perdagangan layanan tanpa pajak atau pembatasan perdagangan yang lain
- Ketiadaan dasar-dasar “pemutar belit perdagangan” (seperti pajak, subsidi, peraturan atau hukum) yang memberikan kelebihan kepada sejumlah kecil perusahaan, isirumah, atau faktor-faktor produksi
- Akses bebas ke pasar
- Akses bebas kepada informasi pasar
- Ketakupayaan firma-firma mengacaukan pasar melalui kekuatan monopoli atau oligopoli berian pemerintah
- Pergerakan bebas tenaga kerja antara dan dalam negara
- Pergerakan bebas modal antara dan dalam negara
Hambatan dalam suatu perdagangan komoditas penting untuk dihapuskan karena tanpa hambatan dapat mendorong arus pergerakan barang dan jasa (flow of goods and services). Gencarnya proses liberalisasi perdagangan yang dilakukan tentunya berkaitan dengan tujuan Indonesia untuk mendapatkan keuntungan (gains from trade) sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui surplus neraca perdagangan. Diharapkan dimasa mendatang kita dapat lebih meningkatkan produktivitas, mengembangan segala inovasi dan berupaya berdaya saing dan tidak ketergantungan yang berlebihan terhadap komoditas luar, kembali bersama membangun Bangsa.
No comments:
Post a Comment