Tuesday, March 19, 2013

Penyelenggaraan Sidang 87th ICCO di Bali, Indonesia dalam Pengembangan Sektor Agribisnis Kakao dalam Pemasaran Internasional



Untuk pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan sidang International Cocoa Organization (ICCO) yang berlangsung tanggal 18 – 22 Maret 2013 di Discovery Kartika Plaza Hotel, Bali yang dilanjutkan dengan penandatanganan “Abidjan Declaration”, yaitu deklarasi bersama Negara-negara produsen dan importir kakao untuk memberikan dukungan penuh bagi pengembangan sektor kakao secara berkelanjutan di Negara-negara anggota ICCO. Indonesia telah masuk menjadi anggota ICCO dengan ditandatanganinya Internasional Cocoa Agreement pada 12 September 2011, sekaligus menandai masuknya Indonesia pada keanggotaan ICCO, Indonesia mendapat kemudahan akses dalam mengekspor produk kakao ke negara anggota.
Menteri Pertanian Suswono dalam sambutannya mengatakan bahwa Indonesia telah melakukan langkah-langkah dalam hal peningkatan produksi kakao nasional, diantaranya dengan pencanangan Gerakan Nasional (Gernas) Kakao sejak tahun 2009, dan dampaknya adalah produksi kakao yang tadi 1 Hektar hanya sekitar 400 kg kini telah meningkat menjadi 700 kg/Hektar,  potensi produksi kakao nasional per hektar dapat mencapai 1,5 Ton/ hektar. Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Total produksi setara biji tahun 2012 adalah sebasar 833.310 ton atau meningkat 17 %  dibandingkan dengan produksi tahun 2011 sebesar 712.231 per ton, dengan total nilai ekspor Indonesia tahun 2012 adalah 978 juta US Dollar.
Perkembangan ekspor biji kakao pada September 2012 naik 37%. namun secara kumulatif Januari-September 2012, ekspor biji kakao hanya mencapai 105.000 ton atau turun 33,54% karena lebih banyak diserap dalam negeri.Ekspor kakao untuk produk downstream tiga yang merupakan produk akhir olahan kakao hanya US$ 74,9 juta pada 2009, namun pada 2011 sudah mencapai US$ 209,3 juta. Kenaikan mencapai tiga kali lipat. Untuk produk downstream I atau produk intermediate kakao dari nilai ekspornya US$ 250,4 juta pada 2009 naik menjadi US$ 518,9 juta pada 2011. Ekspor kakao menunjukkan pergeseran dari dominasi biji kakao pada 2009 menjadi kakao olahan mulai 2011. Pada 2009, ekspor biji kakao mencapai 80% atau 439 ribu ton. Angka ini menurun menjadi 70% atau 210 ribu ton pada 2011. (Berdasarkan data media terkait, BPS, data diolah F. Hero K Purba).
Produksi kakao berkelanjutan berdampak signifikan pada perekonomian negara-negara berkembang dan memberikan mata pencaharian bagi 40 sampai 50 juta orang di seluruh dunia. Tidak seperti industri agribisnis yang lebih besar, sebagian besar masih berasal dari kakao pada keluarga-menjalankan peternakan kecil yang memiliki akses terbatas ke sumber daya dan pasar terorganisir. Untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi produksi kakao dunia, aktor publik dan sektor swasta semakin bermitra untuk mendedikasikan dana dan keahlian untuk meningkatkan pertanian kakao yang berkelanjutan dan kondisi komersial negara berkembang lokal. Dengan bantuan dari World Cocoa Foundation (WCF), upaya ini akan diterjemahkan ke dalam kehidupan yang lebih baik di tingkat petani, peningkatan sumber daya dan investasi di tingkat nasional, dan lingkungan, lebih aman lebih aman bagi petani kecil yang memasok sebagian besar produksi kakao bagi konsumen dunia..
Industri dalam negeri dapat meningkatan jatah biji kakao. Tahun 2011, industri pengolahan mendapat kuota sekitar 207.000 ton. Tahun depan, pasar domestik diberi jatah untuk menyerap 250.000 ton biji kakao produksi nasional. Namun, alokasi jatah bahan baku itu tidak setara dengan target produksi industri pengolahan sebesar 400.000 ton pada 2012. Khasiat coklat dari chocolate shop untuk kesehatan adalah sebagai antioksidan, antioksidan dalam coklat untuk chocolate souvenir diperoleh dari biji kakao yang mengandung antioksidan flavonoid yang berguna untuk menahan radikal bebas. Kandungan kakao (biji cokelat) lebih dari 70% juga memiliki manfaat untuk kesehatan, karena cokelat kaya akan kandungan antioksidan yaitu fenol dan flavonoid.  Dengan adanya antiosidan, akan mampu untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh.  Produksi kakao mempunyai arti yang strategis dan penting karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Dalam pengembangan potensi kakao ini hampir sekitar 80% dari produksi kakao nasional di ekspor karena daya serap industri pengolahan dalam negeri relatif rendah. Citra mutu kakao Indonesia yang dikenal rendah serta rendahnya kapasitas industri pengolahan dapat menghambat peningkatan daya saing kakao dan kakao olahan Indonesia. Serta peningkatan mutu kakao Indonesia sebagai daya saing kakao dan kakao olahan Indonesia dan faktor-faktor apa yang menjadi penentu daya saing komoditi tersebut di pasar internasional serta bagaimana strategi untuk meningkatkan daya saing kakao dan kakao olahan Indonesia. Indonesia selama ini hanya mendapat fasilitas bea masuk 0% untuk biji kakao, sedangkan kakao olahan dikenai tarif bea masuk yang bervariasi. Misalnya, cocoa butter 4,2%, cocoa powder 2,8%, dan cocoa cake 6,1%. Angka tarif bea masuk itu ditetapkan setelah mendapat potongan tarif Generalized System of Preferences (GSP).
Berdasarkan informasi ICCO bahwa untuk sidang tahunan ICCO merupakan sidang tahunan yang diadakan dua kali dalam setahun, yaitu di London dan di Negara anggota ICCO. Pertemuan di Bali, Indonesia merupakan pertemuan yang ke-87 kalinya yang diikuti oleh 70 delegasi asing yang berasal dari Eropa sebanyak 7 negara, Afrika sebanyak 10 Negara, Amerika Latin sebanyak 3 negara, Malaysia dan Papua Nugini.

No comments: