Berdasarkan
hasil penelitian bahwa dari daging
kelinci mengandung asam lemak tak jenuh dan kadar proteinnya tinggi, sehingga
sangat baik untuk segi ekonomis terutama dalam segi gizi yang terkandung dalam
daging kelinci, di sana terdapat berbagai manfaat yang dibutuhkan oleh tubuh
kita dan untuk kesehatan. Adapun. Daging kelinci tahan lama dalam
penyimpanannya, hal itu membuat kepraktisan dan nilai tambah ekonomis dalam hal
pengecilan biaya operasional bisnis. Sehingga dalam rangka pemesanan daging
kelinci lintas daerahpun akan semakin terjangkau biayanya. Karena tidak ada dua
kali kerja, sebab seperti pemotongan kelinci sudah dilaksanakan di suatu tempat
tertentu, dimana kita tidak usah menyediakan tempat lain untuk penampungan
kelici hidup lagi.
Produk lain dari ternak kelinci adalah daging , dan produk olahannya yang
banyak diminati adalah sosis, bakso, nugget, burger dan abon. Pasar utama
daging kelinci adalah Italia, Perancis dan Spanyol, dengan pemasok utama adalah
Cina, dan pada tahun 1992 pasar Eropa mengalami devisit daging kelinci sebesar
12.000 ton (Raharjo, 2003). Dari uraian tersebut maka perlu dilihat analisis
usaha peternakan kelinci apakah menguntungkan dan dapat diandalkan untuk
menambah pendapatan masyarakatdan lebih jauh lagi dapat menjadi produk ekspor
non migas teritama dari fur yang dihasilkan. Untuk permintaan dari restoran,
hotel dan pabrik pengolahan daging sebetulnya banyak, namun sampai kini belum
ada peternak yang sanggup memasok secara kontinu. (Sources data: Litbang
Deptan,Wikipedia, artikel Media, majalah, data diolah F. Hero K. Purba)
Hampir setiap negara di dunia ini memiliki ternak kelinci (Leporidae) karena kelinci mempunyai daya adaptasi
tubuh yang relatif tinggi sehingga mampu hidup di hampir seluruh dunia. Kelinci
dikembangkan di daerah dengan populasi penduduk relatif tinggi, Adanya
penyebaran kelinci juga menimbulkan sebutan yang berbeda, di Eropa disebut
rabbit, Indonesia disebut kelinci, Jawa disebut trewelu dan sebagainya. Potensi
budidaya Kelinci tidak hanya bisa menjadi alternatif pengganti daging sapi
saja, ternyata kelinci memiliki banyak nilai tambah dan ekonomi yang bernilai
tinggi. Indonesia
banyak terdapat kelinci lokal, yakni jenis Kelinci jawa (Lepus negricollis)
dan Kelinci
Sumatera (Nesolagus netseherischlgel). Kelinci jawa,
diperkirakan masih ada di hutan-hutan sekitar wilayah Jawa Barat.
Warna bulunya cokelat
perunggu kehitaman. Ekornya berwarna jingga dengan ujungnya yang hitam. Untuk
berat Kelinci jawa dewasa bisa mencapai 4 kg.
Seperti negara negara
produsen daging kelinci terbesar untuk daging kelinci seperti Rusia, Prancis,
Italia, China dan Negara-negara di Eropa Timur, disamping itu ada pula beberapa
negara yang memproduksi daging kelinci dalam jumlah kecil yang hanya ditujukan
untuk konsumsi sendiri seperti beberapa negara Afrika dan Amerika Latin,
Philipina, Malaysia, Mesir dan beberapa negara berkembang (Raharjo, 1994), sedangkan
di Indonesia sampai saat ini sulit untuk memperoleh data produksi dan konsumsi
daging kelinci, namun menurut Lebas dan Collen (1994), bahwa konsumsi daging
kelinci di Indonesia baru mencapai 0,27 kg/kapita/tahun. Daging kelinci dapat
dijadikan peluang yang baik untuk mewujudkan standar norma gizi protein hewani
yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia, karena sampai tahun 2002 sektor
peternakan baru mencapai 4,82 gram/kapita/hari Berdasarkan data bahwa Pemasaran
produk kelinci di Jawa barat dan Jawa Timur terdiri dari 3 pasar yaitu daging
kelinci, hewan kesayangan dan pembibitan. Persentase yang lebih besar ada di
hewan kesayangan dengan penjualan per minggu ± 1000 ekor usia 1,5−2
bulan, untuk pemasaran daging permintaan pasarnya sangat tinggi namun daging
yang dapat dipasok per minggunya ± 6 kuintal sedangkan pemasaran bibit per 3
bulan ± 200−400 ekor berbagai jenis. Untuk itu
mengembangkan budidaya usaha kelinci dengan sistem pembinaan kepada peternak
serta potensi promosi lokal dan luar negeri.
No comments:
Post a Comment