Disaat sekarang ini pola hidup sehat mulai sangat penting diperhatikan terutama dari segi pangan organik untuk kesehatan sebagai pengembangan agribisnis. Tentunya kita harus mengetahui apa sesungguhnya pertanian organik yakni adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat. (Berbagai sumber terkait, data diolah Frans Hero K. Purba).
Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.
Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.Untuk Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain:1) Belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik. 2) Perlu adanya investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia. 3) Belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut
Dalam Budidaya organik pertaniannya menggunakan teknologi dan pengetahuan organik yang dikembangkan sendiri berdasarkan temuan-temuan kondisi di lapangan tanpa menggunakan bahan kimiawi, non benih transgenik/hibrida, non pupuk kimiawi NPK, non racun pestisida atau insektisida. Selain itu juga mengembangkan pola-pola SQ/EQ pertanian dan mengembangkan usaha-usaha pertanian organik yang tergabung dalam komunitas Organik Hijau. Selain memecahkan permasalahan budidaya konvensional di kalangan petani, bersama petani membangun langkah-langkah praktis untuk membangun daerahnya dengan cara efisien, menggunakan materi disekitarnya, memangkas ongkos produksi sekaligus meningkatkan hasil budidayanya.(Sources: organikhijau, other sources material).
Strategi pengembangan pertanian organik sebagai agribisnis perlu dilihat dari beberapa aspek untuk memungkinkan pengembangan dimasa yang akan datang. Budidaya pertanian organik ternyata tak hanya mampu memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak. Model usaha mikro pertanian ini ternyata mampu mendatangkan keuntungan yang lebih tinggi ketimbang budidaya anorganik. Hal ini perlu digiatkan dalam pembentuk kelembagaan petani organik dan system sertifikasi, sehingga dapat mampu bersaing di pasar global.
Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.
Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.Untuk Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain:1) Belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik. 2) Perlu adanya investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia. 3) Belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut
Dalam Budidaya organik pertaniannya menggunakan teknologi dan pengetahuan organik yang dikembangkan sendiri berdasarkan temuan-temuan kondisi di lapangan tanpa menggunakan bahan kimiawi, non benih transgenik/hibrida, non pupuk kimiawi NPK, non racun pestisida atau insektisida. Selain itu juga mengembangkan pola-pola SQ/EQ pertanian dan mengembangkan usaha-usaha pertanian organik yang tergabung dalam komunitas Organik Hijau. Selain memecahkan permasalahan budidaya konvensional di kalangan petani, bersama petani membangun langkah-langkah praktis untuk membangun daerahnya dengan cara efisien, menggunakan materi disekitarnya, memangkas ongkos produksi sekaligus meningkatkan hasil budidayanya.(Sources: organikhijau, other sources material).
Strategi pengembangan pertanian organik sebagai agribisnis perlu dilihat dari beberapa aspek untuk memungkinkan pengembangan dimasa yang akan datang. Budidaya pertanian organik ternyata tak hanya mampu memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak. Model usaha mikro pertanian ini ternyata mampu mendatangkan keuntungan yang lebih tinggi ketimbang budidaya anorganik. Hal ini perlu digiatkan dalam pembentuk kelembagaan petani organik dan system sertifikasi, sehingga dapat mampu bersaing di pasar global.
No comments:
Post a Comment