Indonesia merupakan negara agraris dan sebagian
besar penduduknya bermatapencaharian di bidang pertanian. Pertanian adalah
suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan dari
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Untuk itu dibutuhkan penanganan yang konsisten yang
berlandaskan pengembangan pangan lokal dalam upaya Ketahanan dan kedaulatan Pangan. Salah
satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan merupakan melalui
penganekaragaman pangan, yaitu suatu proses pengembangan produk pangan yang tidak bergantung kepada satu
jenis bahan saja. Kebutuhan pangan merupakan suatu penggerak esensial roda perekonomian
masyarakat dunia sehingga ketika isu perubahan iklim mencuat, hal tersebut
tidak menjadi dan memunculkan sesuatu kekhawatiran tersendiri pada persoalan
ketahanan pangan. Dengan jumlah penduduk pada tahun 2001 sekitar 204
juta jiwa dan pada tahun 2012 diperkirakan akan mencapai 237 juta jiwa, serta
permasalahan lain seperti kapasitas produksi panan Nasional yang semakin
terbatas karena aktivitas ekonomi dan penciutan lahan karena alih fungsi. Diversifikasi pangan untuk
aneka olahan dari Produk pertanian akan berjalan efektif apabila industri
makanan dan minuman Indonesia telah mapan untuk mengolah ratusan jenis pangan
bermutu tinggi yang dapat di produksi negeri ini. Upaya diversifikasi pangan
sebagai salah satu solusi mencukupi kebutuhan pangan pun terus dilakukan oleh
pemerintah dengan program pengembangan diversfikasi olahan produk seperti
pengembangan produk umbi-umbian sebagai pengganti beras sebagai makanan pokok,
pengembangan produk olahan. Menurut UU No.7 tahun 1996, Ketahanan pangan adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan
terjangkau. Program untuk diversifikasi konsumsi pangan telah ada sejak dahulu,
namun dalam perjalanannya menghadapi berbagai kendala baik dalam konsep maupun
pelaksanaannya. Beberapa kelemahan diversifikasi konsumsi pangan masa lalu
adalah (1) Distorsi konsep ke aplikasi, diversifikasi konsumsi pangan bias pada
aspek produksi penyediaan; (2) Penyempitan arti, diversifikasi konsumsi pangan
bias pada pangan pokok dan energi politik untuk komoditas beras sangat dominan;
(3) Koordinasi kurang optimum, tidak ada lembaga yang menangani secara khusus
dan berkelanjutan; (4) Kebijakan antara satu departemen dengan departemen
lainnya kontra produktif terhadap perwujudan diversifikasi konsumsi pangan; (5)
Kebijakan yang sentralistik dan penyeragaman, mengabaikan aspek budaya dan
potensi pangan lokal; (6) Riset diversifikasi konsumsi pangan masih lemah, bias
pada beras, terpusat di Jawa-Bali, pada on-farm, dana hanya dari pemerintah
pusat (7) Ketiadaan alat ukur keberhasilan program, program bersifat partial tidak
berkelanjutan dan tidak memiliki target kuantitatif yang disepakati bersama;
(8) Kurangnya kemitraan dengan swasta/industri dan LSM; (9) Ketidakseimbangan
perbandingan antara biaya pengembangan dan harga produk altematif dengan beras,
(Ariani dan Ashari, 2003; Martianto, 2005, Krisnamurthi,
2003). Kualitas konsumsi
pangan penduduk Indonesia pada 2011 untuk padi-padian masih 316 gram, padahal
idealnya 275 gram. Untuk Kebijakan diversifikasi pangan menjadi salah satu
upaya untuk meningkatkan serapan produk dalam negeri oleh masyarakat. Selain
itu, kegiatan riil berupa pameran juga bisa membuka cakrawala pengetahuan
terhadap produk dalam negeri. Jika kita analisa bahwa Diversifikasi pangan dari aspek
konsumsi mencakup perilaku yang didasari pertimbangan ekonomis / pendapatan dan
harga komoditas dan nonekonomis (selera, kebiasaan dan pengetahuan). Produk
agribisnis lokal setiap wilayah perlu dikembangkan dengan potensi setiap daerah
baikm Kabupaten/ kota dalam pengembangan pangan. Diversifikasi pangan dan pola
konsumsi ini secara dinamis mengalami perubahan. Jadi, diversifikasi pangan
selain merupakan upaya mengurangi ketergantungan pada beras, juga
penganekaragaman dari beras ke sumber kalori dan protein lainnya yang lebih
berkualitas. Berkembangnya
produk-produk pangan lokal di daerah-daerah, otomatis masyarakat akan melihat
peluang usaha dan cenderung akan tergerak untuk ikut mengembangkan produk lokal
yang ada di daerahnya. Perlu meninjau dan menelaah lagi perkembangan yang ada
dan memperhatikan secara konsisten dengan mempertimbangkan potensi lokal untuk
ketahanan pangan. (Berbagai sumber media terkait, artikel pangan, data diolah F. Hero K.
Purba)
No comments:
Post a Comment