Akhir-akhir ini banyaknya pengaduan masyarakat tentang penggunaan permen sebagai alat pengembalian transaksi perdagangan ritel, membuat pemerintah gerah. Departemen Perdagangan (Depdag) minta para pedagang eceran tak lagi menjadikan permen sebagai ganti uang kembalian kepada konsumen. (Berbagai sources material for study research, data proecess by: Frans Hero Kamsia Purba). Aturan ini mengacu pada aturan pengembalian dalam transaksi ritel tertuang jelas dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI). Jika beberapa pelaku usaha berdalih adanya minimnya uang receh dari yang disediakan Bank Indonesia secara sah disanggah oleh pihak BI. Tentunya hal ini melanggar Hukum Undang-undang konsumen.
Tetapi jadi penting ketika kita melihat berapa besar nominal yang secara tidak langsung jadi keuntungan pihak toko. Anggap saja rata-rata kembalian untuk customer yang diganti dengan permen adalah sebesar Rp.200,00. Rata-rata customer yang diberikan permen sebesar itu adalah 100 orang perharinya. Rp. 200,00 x 100 customer = Rp. 20.000. Anggap saja biaya yang dikeluarkan untuk permen adalah sebesar Rp. 5.000,00. Jadi kira-kira keuntungan terselubung yang bisa diambil dari permen ini adalah sebesar Rp. 15.000,00, dengan kondisi diatas, kalau customer dan kembalian yang diganti dengan permen lebih dari yang disebut diatas, Berapa kira-kira keuntungan dari pihak toko yang merugikan konsumen?
Kalau kita analisa mengenai kasus cerita soal kembalian dalam bentuk permen udah lama dan hal ini lumrah terjadi. Dahulu, orang agak susah untuk mendapatkan uang receh karena harus menukarkannya ke Bank Indonesia (BI). Hal ini menyulitkan bagi pasar modern seperti supermarket atau hypermarket yang jumlah transaksi setiap harinya sangat besar. Sekarang, Bank Indonesia sudah melimpah wewenang jasa penukaran uang ke beberapa perusahaan penyedia jasa. Kalau tidak salah kita bisa menukarkan uang pecahan kecil dari Rp100,- sampai dengan Rp5000,-.
Hal ini mungkin kelihatan sepele atau dianggap kecil, tetapi hal kecil akan menjadi besar kalau Hukum Perlindungan Konsumen harus ditegakkan. Tidak hanya pelaku usaha yang diuntungkan tetapi juga konsumen harus diperhatikan, dimana Hati Nurani berbicara untuk itu?
Tetapi jadi penting ketika kita melihat berapa besar nominal yang secara tidak langsung jadi keuntungan pihak toko. Anggap saja rata-rata kembalian untuk customer yang diganti dengan permen adalah sebesar Rp.200,00. Rata-rata customer yang diberikan permen sebesar itu adalah 100 orang perharinya. Rp. 200,00 x 100 customer = Rp. 20.000. Anggap saja biaya yang dikeluarkan untuk permen adalah sebesar Rp. 5.000,00. Jadi kira-kira keuntungan terselubung yang bisa diambil dari permen ini adalah sebesar Rp. 15.000,00, dengan kondisi diatas, kalau customer dan kembalian yang diganti dengan permen lebih dari yang disebut diatas, Berapa kira-kira keuntungan dari pihak toko yang merugikan konsumen?
Kalau kita analisa mengenai kasus cerita soal kembalian dalam bentuk permen udah lama dan hal ini lumrah terjadi. Dahulu, orang agak susah untuk mendapatkan uang receh karena harus menukarkannya ke Bank Indonesia (BI). Hal ini menyulitkan bagi pasar modern seperti supermarket atau hypermarket yang jumlah transaksi setiap harinya sangat besar. Sekarang, Bank Indonesia sudah melimpah wewenang jasa penukaran uang ke beberapa perusahaan penyedia jasa. Kalau tidak salah kita bisa menukarkan uang pecahan kecil dari Rp100,- sampai dengan Rp5000,-.
Hal ini mungkin kelihatan sepele atau dianggap kecil, tetapi hal kecil akan menjadi besar kalau Hukum Perlindungan Konsumen harus ditegakkan. Tidak hanya pelaku usaha yang diuntungkan tetapi juga konsumen harus diperhatikan, dimana Hati Nurani berbicara untuk itu?
No comments:
Post a Comment